Awal 2009 Mangku GRP Nokoprawiro membawa Copy Negarakertagama ke Pura Ibu Majapahit, dan sangat mengejutkan isinya, Ketia Raja berkunjung ke Candi ada seorang Pendeta Tua yang menceritakan sejarah Leluhur sang Raja, masa kini sangat lain karena tidak ada orang yang tahu terpaksa Keturunan Majapahit harus bisa menceritakan Dirinya ironis, Pernah 1970 an seorang Tokoh Kejawen di Tulung Agung bertanya kepada Hyang Suryo " Eyang tahu babad Tanah Jawi ?" dengan cepat lalu dijawab "Cari saja bukunya lalu baca dari pada nanya saya" jadi ini sekarang terjawab dalam Kitab Negara Kertagama, Bahwa karena Pendidikan sejak kecil seorang Pangeran sampai jadi Raja belum tentu tahu Leluhur nya, natni bila berkunjung ke Tempat Leluhur nya barulah ada Reshi [sekarang juru kunci] yang menceritakan Sejarah nya. Masa kini karena minim nya pengetahuan Sejarah jadi sulit orang yang bisa menjelaskan, nanti ada yang Sok ngerti Sejarah dan bikin Perkumpulan entah Pemerhati atau apapapun tentang Majapahit bahkan tidak mengerti silsilah diri nya, Malah sok Pinter Malah Hang Suryo diragukan dikatakan palsu dll inilah beda jaman dulu dan masa kini, Jadi kalau masa kini Raja harus bisa Menjelaskan, bila perlu suru daptar jadi Presiden, di uji di kolam, suru mengeluarkan ikan, malah dicaci maki dituduh ngejar Pusaka, harus bisa menunjukkan kesaktian, contoh masak Raja Thailand, Kaisar Jepang, Ratu Inggris lalu disuru bikin Partai daptar Prisiden jadi bukan simbol lagi, inilah kebodohan bangsa kita sudah tidak mengerti Simbol persatuan lagi akibat tidak mengerti adat sejarah Sampai Bung Karno menasihati Jangan sekali kali meninggalkan Sejarah atau Jasmerah tapi rakyat malah ditololkan bukan belajar sejarah sendiri malah diajari sejarah Arab Ajaran Bung Karno malah dilarang, padahal ada film Kera Sakti dimana Pendeta Tong tidak bisa apa apa yang sakti Sun Gau Kong ini contoh kalau diresapi kan bidang nya manusia lain lain satu orang tidak bisa mikul tugas sebanyak banyak nya jadi harus ada yang membantu dll setelah membaca Kitab Negarakertagama ini Lucu juga akhir nya, bahwa masa lalu sangat bertentangan dengan masa kini yang orang Otak nya sudah keblinger dan buta sejarahnya sendiri, dan Kitab ini mungkin hanya kalangan tertentu yang tertarik,
Lha Untung Hyang Suryo diberi tahu oleh yang tua tua tentang Leluhur sampai Pelinggih dimana agar tidak salah memuja Leluhur nya. Diluaran wah malah jadi Bulan Bulanan orang sok ngerti jadi harus siap jawaban yang mudah dimengerti, sebab kebanyakan tidak ngerti Adat Majapahit itu tadi, Bahkan Pura Leluhur Hyang Suryo pun mau di Beli, inilah yang lucu ketika ditanya salah satu nya Ngaku Orang bali yang mungkin sudah lama di Jawa "Bapak punya Mrajan ?" dijawab " Tidak , apa itu Mrajan?" akhir nya ya percuma dijelaskan toh tidak akan ngerti kalau nama Made sudah 3 turunan di Jawa, atau Oarang Jawa ngaku Made agar bisa bergaul dengan Orang Bali, inilah aneh nya Mungkin disangka Pura Leluhur Majapahit ditutup lalu bisa di beli dan kerja sama dengan Aparat di Buka untuk Komersial dan menghasilkan uang, inilah pikiran lucu dari manusia masa kini yang buta adat Leluhur, Dulu Hyang Suryo juga sampai Yang Tua Tua menunjukkan Candi Candi, Danyang Danyang Desa Daerah Blitar termasuk RM Tjokrohadiningrat Putra Jendral RM Oerip Soemohardjo yang di Surabaya dipakai nama Jalan, Beliau menjelaskan tentang Leluhur Hyang Suryo yang baru pulang ke jawa awal 1968 dari Bali belajar Adat majapahit, Karena Selama belajar Majapahit di Bali tentunya tidak sempat mempelajari Leluhur di Jawa yang kala itu banyak dimanipulasi pihak islam, Juga memperkenalkan Bapak Herman yang menjaga Rumah Bung Karno di Blitar Mbah Herman teman dekat Mbah Gede Kakek Hayang Suryo yang rumahnya bersebrangan Ibu Wardoyo jadi Mbah Gede di Gebang Lor sebrang rumah Bung Karno hingga bisa menceritakan detail Mbah gede, Hyang Suryo Lahir di rumah Gebang ini, Mbah Herman tahun 1963 pernah ke Bali bertemu Hyang Suryo ketika Promosi Mobil Mazda waktu itu ada Bapak Abadi pegawi Gioweri Titih dan Bapak / Mbah Abadi ini 1966 pulang Boyolangu hingga kini masih di Baya langu tempat Waisak nya Hyang Surya tahun 2000, rumah Mbah Abadi ini pojok jalan ada Pendoponya Hyang Suryo sempat ketemu Beliau waktu Upacara Waisak Beliau masih sehat dan pakai sarung dan kaos kutang duduk ngobrol di Pendopo rumahnya bersama Hyang Suryo cerita cerita Bali 60 an bahkan tempat tidur masa kecil Hyang Suryo dari Besi Jaman Belanda justru dimiliki Mbah Abadi ini Beliau bangga bisa punya tempat Tidur Hyang Suryo besinya berat karena buatan jaman Belanda di Boyolangu cukup tanya rumah Mbah Badi orang tahu semua,
Tempat Leluhur 1965-1966 banyak dihancurkan dituduh Musrik, Termasuk Leluhur / Kongco Jonggo Kakek buyut Hyang Suryo dari Ibu di Puncak Gunung Karanggayam dekat Gunung Kuncung yang ada sumur berisi ikan lele hidup tapi tinggal Tulang saja disebut Teruno Lele di Kabupaten Trenggalek yang Batu Patungnya di gelundungkan / didorong agar terguling kebawah bukit / jatuh ke bawah tapi kembali sendiri keatas menurut penduduk, bahkan Burung Lewat di atas gunung / Bukit ini jatuh bahkan penduduk pernah cerita ada Pesawat F 16 lewat juga jatuh habis grudug grudug lewat diatas Bukit Karanggayam itu, ini cerita rakyat tapi waktu itu memang ada pesawat jatuh entah lewat bener apa tidak kan tidak tahu yang tahu pilot dan ahli radar tentunya bukan cerita TAHAYUL penduduk, ini untuk menghindari Orang Agama yang tidak percaya Leluhur selain Allah, Juga berkat Leluhur Hyang Surya dipertemukan Mbah Paimo yang pernah lewat Terowongan tembus Bali, dan Tokoh tokoh Tua yang banyak membantu memperjelas, Bahkan ada cerita lucu di Baya Langu [Tempat ini aneh masuk Negarakertagama] ketika Hyang Suryo kesana, bertemu di rumah Lurah Dongkol seorang pemuda mengaku bernama Bondan Kejawen, rumahnya dipugar dan pernah diinapi Jendral Besar Soedirman, anak muda ini menaikkan kaki metingkrang ngobrol ngalor ngidul dengan Hyang Suryo, seolah Dirinya Pahlawan Besar mewakili Jendral Besar Panglima Soedirman, ketika Kakek nya keluar langsung sang Kakek sungkem sama Hyang Suryo dan berkata "Waduuh Nak, terakhir sampean rene taon seket limo di goncengne Mbo ayanen, Embah wedi sampean tibo, iku Mbo lara ayanen..." kira kira terjemahannya " Aduh, Nak , terakhir kamu datang kemari tahun 1955 digonceng sepeda Mbo Ayanen [sakit Epilepsi?] Embah takut kamu jatuh dari sepeda karena Mbo itu sakit Ayan, hal ini membuat terkejut Hasannudin yang juga ikut Hasan adalah menantu Lurah Kedis Busung Biyu Buleleng waktu itu Polisi penerima Kalpataru, yang belakangan anggota DPRD Bali yang ikut nyambut Pratima Ganesa di Buleleng. Akhirnya si Mbah ngobrol ngobrol antara lain Hyang Suryo menanyai Mbo kalau lagi kumat dan jatuh terjengkang, Mbah menjawab "Saya dikejar macan.."dan anehnya Pemuda Bondan Kejawen tadi yang petingkrangan menghilang entah kemana mendengar cerita tahun 1955 mungkin pemuda ini cucu si Mbah lahir 70 an langsung lari ketakutan karena habis metingkrang menghadapi Hyang Suryo yang disungkemi Kakek nya, tahun 2000 Hayang Suryo akhirnya bisa mengadakan WAISAK di Candi Leluhur Putri Gayatri Baya Langu untuk pertama kalinya sejak 500 tahun keruntuhan Majapahit yang mendapat sambutan penduduk yang pernah dikunjungi Turunan ke XI Leluhur di Candi Boyo Langu ini, kunjunagan ke 3 X nya berhasil Ngupacarai Leluhur, ini contoh lucu dan saksi nya masih ada yaitu Hasannudin Menantu Bapak Menge yang sering ke Jawa dan mampir Hyang Suryo. Untung Mbah tadi matanya jeli masih ingat Hyang Suryo 1955 minta Restu Leluhur Gayatri untuk berangkat ke Bali 1956 Justru si Mbah ini yang ngantarkan ke Candi Leluhur, dan tahun 2000 bisa Upacara WAISAK di Candi Gayatri Baya Langu {Sesuai Negarakertagama 2009}dan diberitakan dilain halaman, jadi ini bukan isapan jempol sang Narendra sudah dikenal sejak dahulu dan biarpun lama tidak berjumpa karena cinta nya Orang Tua pada Turunan Majapahit [Raja nya] sampai selalu dekat dihati, mengagumkan,-Jadi bukan hal baru memilih Candi Boyo Langu ke Purbakala trowulan karena dukungan disini kuat sekali, dimana masa /penduduk mengenal Majapahit dan turunannya. bahkan DPRD Tulung Agung pun waktu itu mendukung, atau istilah kerennya Kawula JENGGALA masih mendukung Keturunan Raja terakhir DAHA-JENGGALA-KADHRI yaitu Sri Wilatikta Brahmaraja V dan Hyang Suryo ke XI / Sri Wilatikta Barahmaraja XI yang bahkan berhasil Meruwat KADHRI pada 2003 juga cerita di halaman lain, Demikian suatu perjuangan untuk LELUHUR dimana ada kesempatan disitu ada jalan, jadi tidak bisa sendirian, harus ada Dukungan Pejabat dan Rakyat nya sebuah Upacara untuk Leluhur yang sudah kurang dikenal Generasi muda nya, Bila yang tua sudah tiada mau jadi apa Negri ini bila yang muda sudah tidak kenal adat Budaya Leluhur nya? inilah sebuah cerita dihari "SUMPAH PEMUDA 1928" semoga menjadi kenangan manis penggemar Budaya Leluhur Majapahit. dan cerita memuakkan bagi yang yang benci Majapahit dan cinta Arab, Rwa Bineda , Jimbaran 28 Oktober 2009 dan nanti 2-11 ada Acara Odalan Leluhur juga di Pura Majapahit GWK yaitu odalan Kawitan Jawa Bali Prabu Airlangga termasuk ya Raja Kahuripan Kadhiri yang wilayahnya dipecah Mpu Bharadah menjadi dua yaitu JENGGALA dan KADHIRI dan di Trowulan masih ada Pratima Mpu Bharadah berdiri membawa Trisula dan Kendi ini belum ke Bali biarlah Beliau menjaga Trowulan, asalnya di Kadhiri biar bisa ikut Odalan di pindah Trowulan. Demikianlah sedikit Cerita untuk memperingati Sumpah Pemuda yang satu yaitu INDONESIA.[Drs Komang Artanegara]
Lha Untung Hyang Suryo diberi tahu oleh yang tua tua tentang Leluhur sampai Pelinggih dimana agar tidak salah memuja Leluhur nya. Diluaran wah malah jadi Bulan Bulanan orang sok ngerti jadi harus siap jawaban yang mudah dimengerti, sebab kebanyakan tidak ngerti Adat Majapahit itu tadi, Bahkan Pura Leluhur Hyang Suryo pun mau di Beli, inilah yang lucu ketika ditanya salah satu nya Ngaku Orang bali yang mungkin sudah lama di Jawa "Bapak punya Mrajan ?" dijawab " Tidak , apa itu Mrajan?" akhir nya ya percuma dijelaskan toh tidak akan ngerti kalau nama Made sudah 3 turunan di Jawa, atau Oarang Jawa ngaku Made agar bisa bergaul dengan Orang Bali, inilah aneh nya Mungkin disangka Pura Leluhur Majapahit ditutup lalu bisa di beli dan kerja sama dengan Aparat di Buka untuk Komersial dan menghasilkan uang, inilah pikiran lucu dari manusia masa kini yang buta adat Leluhur, Dulu Hyang Suryo juga sampai Yang Tua Tua menunjukkan Candi Candi, Danyang Danyang Desa Daerah Blitar termasuk RM Tjokrohadiningrat Putra Jendral RM Oerip Soemohardjo yang di Surabaya dipakai nama Jalan, Beliau menjelaskan tentang Leluhur Hyang Suryo yang baru pulang ke jawa awal 1968 dari Bali belajar Adat majapahit, Karena Selama belajar Majapahit di Bali tentunya tidak sempat mempelajari Leluhur di Jawa yang kala itu banyak dimanipulasi pihak islam, Juga memperkenalkan Bapak Herman yang menjaga Rumah Bung Karno di Blitar Mbah Herman teman dekat Mbah Gede Kakek Hayang Suryo yang rumahnya bersebrangan Ibu Wardoyo jadi Mbah Gede di Gebang Lor sebrang rumah Bung Karno hingga bisa menceritakan detail Mbah gede, Hyang Suryo Lahir di rumah Gebang ini, Mbah Herman tahun 1963 pernah ke Bali bertemu Hyang Suryo ketika Promosi Mobil Mazda waktu itu ada Bapak Abadi pegawi Gioweri Titih dan Bapak / Mbah Abadi ini 1966 pulang Boyolangu hingga kini masih di Baya langu tempat Waisak nya Hyang Surya tahun 2000, rumah Mbah Abadi ini pojok jalan ada Pendoponya Hyang Suryo sempat ketemu Beliau waktu Upacara Waisak Beliau masih sehat dan pakai sarung dan kaos kutang duduk ngobrol di Pendopo rumahnya bersama Hyang Suryo cerita cerita Bali 60 an bahkan tempat tidur masa kecil Hyang Suryo dari Besi Jaman Belanda justru dimiliki Mbah Abadi ini Beliau bangga bisa punya tempat Tidur Hyang Suryo besinya berat karena buatan jaman Belanda di Boyolangu cukup tanya rumah Mbah Badi orang tahu semua,
Tempat Leluhur 1965-1966 banyak dihancurkan dituduh Musrik, Termasuk Leluhur / Kongco Jonggo Kakek buyut Hyang Suryo dari Ibu di Puncak Gunung Karanggayam dekat Gunung Kuncung yang ada sumur berisi ikan lele hidup tapi tinggal Tulang saja disebut Teruno Lele di Kabupaten Trenggalek yang Batu Patungnya di gelundungkan / didorong agar terguling kebawah bukit / jatuh ke bawah tapi kembali sendiri keatas menurut penduduk, bahkan Burung Lewat di atas gunung / Bukit ini jatuh bahkan penduduk pernah cerita ada Pesawat F 16 lewat juga jatuh habis grudug grudug lewat diatas Bukit Karanggayam itu, ini cerita rakyat tapi waktu itu memang ada pesawat jatuh entah lewat bener apa tidak kan tidak tahu yang tahu pilot dan ahli radar tentunya bukan cerita TAHAYUL penduduk, ini untuk menghindari Orang Agama yang tidak percaya Leluhur selain Allah, Juga berkat Leluhur Hyang Surya dipertemukan Mbah Paimo yang pernah lewat Terowongan tembus Bali, dan Tokoh tokoh Tua yang banyak membantu memperjelas, Bahkan ada cerita lucu di Baya Langu [Tempat ini aneh masuk Negarakertagama] ketika Hyang Suryo kesana, bertemu di rumah Lurah Dongkol seorang pemuda mengaku bernama Bondan Kejawen, rumahnya dipugar dan pernah diinapi Jendral Besar Soedirman, anak muda ini menaikkan kaki metingkrang ngobrol ngalor ngidul dengan Hyang Suryo, seolah Dirinya Pahlawan Besar mewakili Jendral Besar Panglima Soedirman, ketika Kakek nya keluar langsung sang Kakek sungkem sama Hyang Suryo dan berkata "Waduuh Nak, terakhir sampean rene taon seket limo di goncengne Mbo ayanen, Embah wedi sampean tibo, iku Mbo lara ayanen..." kira kira terjemahannya " Aduh, Nak , terakhir kamu datang kemari tahun 1955 digonceng sepeda Mbo Ayanen [sakit Epilepsi?] Embah takut kamu jatuh dari sepeda karena Mbo itu sakit Ayan, hal ini membuat terkejut Hasannudin yang juga ikut Hasan adalah menantu Lurah Kedis Busung Biyu Buleleng waktu itu Polisi penerima Kalpataru, yang belakangan anggota DPRD Bali yang ikut nyambut Pratima Ganesa di Buleleng. Akhirnya si Mbah ngobrol ngobrol antara lain Hyang Suryo menanyai Mbo kalau lagi kumat dan jatuh terjengkang, Mbah menjawab "Saya dikejar macan.."dan anehnya Pemuda Bondan Kejawen tadi yang petingkrangan menghilang entah kemana mendengar cerita tahun 1955 mungkin pemuda ini cucu si Mbah lahir 70 an langsung lari ketakutan karena habis metingkrang menghadapi Hyang Suryo yang disungkemi Kakek nya, tahun 2000 Hayang Suryo akhirnya bisa mengadakan WAISAK di Candi Leluhur Putri Gayatri Baya Langu untuk pertama kalinya sejak 500 tahun keruntuhan Majapahit yang mendapat sambutan penduduk yang pernah dikunjungi Turunan ke XI Leluhur di Candi Boyo Langu ini, kunjunagan ke 3 X nya berhasil Ngupacarai Leluhur, ini contoh lucu dan saksi nya masih ada yaitu Hasannudin Menantu Bapak Menge yang sering ke Jawa dan mampir Hyang Suryo. Untung Mbah tadi matanya jeli masih ingat Hyang Suryo 1955 minta Restu Leluhur Gayatri untuk berangkat ke Bali 1956 Justru si Mbah ini yang ngantarkan ke Candi Leluhur, dan tahun 2000 bisa Upacara WAISAK di Candi Gayatri Baya Langu {Sesuai Negarakertagama 2009}dan diberitakan dilain halaman, jadi ini bukan isapan jempol sang Narendra sudah dikenal sejak dahulu dan biarpun lama tidak berjumpa karena cinta nya Orang Tua pada Turunan Majapahit [Raja nya] sampai selalu dekat dihati, mengagumkan,-Jadi bukan hal baru memilih Candi Boyo Langu ke Purbakala trowulan karena dukungan disini kuat sekali, dimana masa /penduduk mengenal Majapahit dan turunannya. bahkan DPRD Tulung Agung pun waktu itu mendukung, atau istilah kerennya Kawula JENGGALA masih mendukung Keturunan Raja terakhir DAHA-JENGGALA-KADHRI yaitu Sri Wilatikta Brahmaraja V dan Hyang Suryo ke XI / Sri Wilatikta Barahmaraja XI yang bahkan berhasil Meruwat KADHRI pada 2003 juga cerita di halaman lain, Demikian suatu perjuangan untuk LELUHUR dimana ada kesempatan disitu ada jalan, jadi tidak bisa sendirian, harus ada Dukungan Pejabat dan Rakyat nya sebuah Upacara untuk Leluhur yang sudah kurang dikenal Generasi muda nya, Bila yang tua sudah tiada mau jadi apa Negri ini bila yang muda sudah tidak kenal adat Budaya Leluhur nya? inilah sebuah cerita dihari "SUMPAH PEMUDA 1928" semoga menjadi kenangan manis penggemar Budaya Leluhur Majapahit. dan cerita memuakkan bagi yang yang benci Majapahit dan cinta Arab, Rwa Bineda , Jimbaran 28 Oktober 2009 dan nanti 2-11 ada Acara Odalan Leluhur juga di Pura Majapahit GWK yaitu odalan Kawitan Jawa Bali Prabu Airlangga termasuk ya Raja Kahuripan Kadhiri yang wilayahnya dipecah Mpu Bharadah menjadi dua yaitu JENGGALA dan KADHIRI dan di Trowulan masih ada Pratima Mpu Bharadah berdiri membawa Trisula dan Kendi ini belum ke Bali biarlah Beliau menjaga Trowulan, asalnya di Kadhiri biar bisa ikut Odalan di pindah Trowulan. Demikianlah sedikit Cerita untuk memperingati Sumpah Pemuda yang satu yaitu INDONESIA.[Drs Komang Artanegara]